Monday, 17 March 2014

Mengapa riba dilarang? fight to riba!

13950714491842708091


Pelarangan Riba
Riba menurut bahasa berasal dari kata ziyadah yang artinya tambahan, berlebih, bertumbuh. Para ulama fiqih mendefinisikan riba sebagai tambahan terhadap modal uang yang timbul akibat interaksi utang-piutang yang harus diberikan terutama kepada pemilik uang pada saat jatuh tempo.
Pelarangan riba ini dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadis, diantaranya:
“Dan Aku (Allah SWT) menghalalkan jual beli, dan Aku haramkan bagimu riba…” (QS. Al-baqarah : 275)
” Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah SWT…” (QS. Ar-Rum : 39)
” Allah melaknat pemakan riba, pemberinya, penulisnya dan kedua saksinya.” (HR. Muslim dari Jabir)
Jenis-jenis riba yaitu:
  1. Riba Fadl, kelebihan pada salah satu harta sejenis yang diperjual-belikan dengan ukuran syarak, yang yang dimaksud ukuran syarak adalah timbangan atau ukuran tertentu. Contohnya : kelebihan beras 1/4 kg, padahal yang diperjual-belikan adalah 1 kg.

  2. Riba Nasi’ah, kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang berhutang kepada pemilik modal ketika waktu yang disepakati jatuh tempo. Apabila waktu jatuh tempo sudah tiba, ternyata orang yang berhutang tidak sanggup membayar utang dan kelebihannya, maka waktunya diperpanjang dan jumlah utang bertambah pula.

  3. Riba Qardh, suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang. Contoh: Ani meminjam uang kepada Andi sebesar Rp.25.000,- Ani kedepan harus mengembalikan Rp.30.000,-

  4. Riba Yad, berpisah dari tempat sebelum timbang diterima, maksudnya orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelumnya ia menerima barang tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada pihak orang lain.
Lalu bagaimana dengan bunga bank?
Menurut ijma’ para fuqaha, bunga tergolong riba (chapra, 1985) karena riba memiliki persamaan makna dan kepentingan dengan bunga (interest). Lebih jauh lagi, lembaga-lembaga Islam internasional maupun nasional telah memutuskan sejak tahun 1965 bahwa bunga bank atau sejenisnya adalah samsama dengan riba dan haram secara syariah.
Keputusan lembaga Islam internasional, antara lain:
  1. Dewan studi Islam Al-Azhar, Cairo, dalam konferensi DSI Al-Azhar, Muharram 1385 H/ Mei 1965 M, memutuskan bahwa “bunga dalam segala bentuk pinjaman adalah riba yang diharamkan.

  2. Keputusan Muktamar Bank Islam II, kuwait, 1403 H/ 1983 M.

  3. Majma’ Fiqih Islami, Organisasi Konferensi Islam, dalam Keputusan No. 10 Majelis majma’ fiqih islami, pada konggres OKI ke II, jeddah- arab saudi, 10-16 Rabi’utsani 1406 H/ 22-28 Desember 1985, memutuskan bahwa: Seluruh tambahan dan bunga atas pinjaman yang jatuh tempo dan nasabah tidak mampu membayarnya, demikian pula tambahan atau bunga atas pinjamapinjaman dari permulaan perjanjian adalah dua gambaran dari riba yang diharamkan secara syariah.

  4. Rabithah Alam Islamy, dalam keputusan No. 6 sidang ke-9, makkah 12-19 Rajab 1406 H, memutuskan bahwa “bunga bank yang berlaku dalam perbankan konvensional adalah riba yang diharamkan.

  5. Jawaban Komisi Fatwa Al-azhar, 28 Februari 1988.
Menurut Qardhawi (2002), hikmah eksplisit yang tampak jelas di balik pelarangan riba adalah perwujudan persamaan yang adil di antara pemilik harta (modal) dengan usaha, serta pemikulan resiko dan akibatnya secara berani dan penuh rasa tanggung jawab. Prinsip keadilan dalam Islam ini tidak memihak kepada salah satu pihak, melainkan keduanya berada pada posisi yang seimbang. Jadi bagi Anda jauhi riba karena riba  dilarang,  fight to riba! (Frs)


0 comments:

Post a Comment